Syekh dan habib tinggian mana

Apa Perbedaan Habib dan Syekh? Serupa tapi Tak Sama, Awas Salah Sebut

Suara.com – Istilah Habib kerap digunakan untuk orang yang dihormati dari sudut pandang agama Islam. Seperti Habib, sebutan Syekh juga tak kalah sakralnya. Lalu apa perbedaan Habib dan Syekh?

Di Indonesia sendiri, sebutan Habib dan Syekh cukup lazim ditemui. Bahkan belakangan, nama-nama seperti Habib Rizieq dan Syekh Puji melekat di benak masyarakat. Mari kita bedah perbedaan Habib dan Syekh di bawah ini.

Menyadur situs Dalam Islam, sebutan Habib dan Syekh sama-sama merupakan sebutan atau gelar dalam Islam namunsebenarnya keduanya memiliki perbedaan yang mendasar.

Perbedaan Habib dan Syekh

Baca Juga: Kocak! Cerita Habib Husein Ja’far, Gajinya Sebagai Guru Agama Kalah Banyak dengan Gurunya Anjing

1. Habib

Sebutan Habib tak bisa diberikan secara acak kepada semua orang. Sebab Habib adalah gelar hanya untuk keturunan Nabi Muhammad SAW yang berjenis kelamin laki-laki yang berhak mendapat gelar kehormatan tersebut.

Sementara itu, keturunan Nabi Muhammad SAW di dunia umumnya tersebar di lembah Hadhramaut, Asia Tenggara, Yaman dan Pesisir Swahili di Afrika Timur.

Di Indonesia sendiri, ada sebuah lembaga yang khusus mencatat silsilah keturunan Nabi Muhammad yang terus berkembang karena faktor kelahiran. Lembaga ini bernama Ar-Rabithah.

2. Syekh

Baca Juga: Warga Purwakarta Datang Yuk ke Harlah NU, Ada Habib Lutfi di Acara Kirab Kebangsaan

Syekh adalah sebutan untuk orang yang dihormati, dituakan, kepala suku atau ahli agama. Di Timur Tengah, Syekh adalah gelar yang diberikan pada orang yang lebih tua, sesuai dengan apa yang tertuang dalam Al Quran.

SRAGEN UPDATE – Penyebutan untuk orang-orang sebagai pemuka agama disematkan oleh orang islam. Penyebutan yang disematkan yaitu ustadz, kyai, syech, habib, dan gus.

Penyematan nama ini biasanya berkaitan dengan keilmuan yang dipunya lebih banyak dibanding orang awam. Meskipun sering ditujukan pada orang dengan keilmuan agama di atas rata-rata, ada
perbedaan di antara kelimanya, yakni sebagai berikut:

1. Ustadz

Ustadz berasal dari Bahasa Arab yang berarti guru atau pengajar.

2. Kyai
Kyai merupakan sebutan untuk alim ulama. Masyarakat Indonesia sudah familiar dengan penyebutan ini. Pada awalnya penyebutan kyai dipakai untuk sesuatu yang dihormati, dikeramatkan, dan disakralkan. Hal tersebut juga berlaku pada benda. Namun lambat laun penyebutan kyai sekarang dikhususkan untuk orang yang disegani dan dihormati.

3. Syekh
Syekh berasal dari Bahasa Persia yang berarti kepala suku, pemimpin, tetua, atau raja. Syech yang berasal dari kata syah memiliki bentuk superior syahansyah yang berarti raja diraja.

Baca Juga: Tiga Ayat dalam Surat Al A’raf yang Membahas Tentang Gempa Bumi

4. Habib
Habib merupakan panggilan untuk orang yang telah melalui pendidikan keagamaan, sekaligus juga mempunyai nasab dengan Nabi Muhammad SAW.

5. Gus
Gus merupakan panggilan untuk anak kyai atau orang terpandang. Gus seperti sebutan untuk putra mahkota yang mewarisi tahta. Penyebutan gus di beberapa tempat berbeda. Seperti di Madura sebutan gus menjadi lora.

Habib dan Syekh, suatu kata yang sama-sama berarti Gelar, namun ada perbedaan diantara kedua kata tersebut.

Habib

Sebuah gelar kehormatan yang diberikan kepada orang yang masih keturunan Nabi besar Muhammad SAW yang tersebar di lembah Hadhramaut, Yaman, Asia Tenggara, dan Pesisir Swahilli – Afrika Timur. D Indonesia sendiri Habib memiliki moyang yang berasal dari Yaman, khususnya Hadrhamaut.

Di Indonesia memiliki sebuah lembaga yang memang dikhusukan untuk mencatat silsilah pertumbuhan atau kelahiran yang berasal dari keturunan Habib yang bernama Ar-Rabithah. Gelar Habib sendiri tidak akan diberi secara asal, harus diselidiki benar atau tidak sesuai dengan silsilah muhibbin. Gelar Habib juga hanya diwariskan kepada keturunan berjenis kelamin laki-laki.

Syekh

Syekh atau juga bisa ditulis Syaikh, Sheik, Shaykh adalah sebuah kata yang diambil dari Bahasa Arab yang berarti kepala suku, tetua atau orang yang ahli agama. Di Timur Tengah sendiri gelar Syekh awalnya digunakan untuk orang yang lebih tua, yang mana sama artinya dengan yang ada di Al-Qur’an.

Namun seiring perkembangan zaman gelar tersebut berkembang dan digunakan kepada seorang pemimpin, tetua atau bangsawan, terutama di Jazirah Arab. Pemakaian gelar Syekh juga digunakan oleh Arab Kristen yang dimaksudkan untuk tetua atau pemimpin setempat. Hal ini menunjukan bahwa pemakaian tersebut tidak tergantung pada agama tertentu.

Sedangkan di Indonesia pemakaian Syekh disematkan kepada para muballigh keturunan Arab atau para ulama besar dan ahli agama Islam, baik yang menyebarkan ajaran berdasarkan paham Ahlus Sunnah wal Jama’ah maupun yang menyebarkan paham yang bersifat tasawuf.

Jakarta

Sebagian orang awam biasa menyapa orang-orang keturunan Arab dengan Habib. Tapi terhadap hafiz quran dan penceramah Ali Saleh Mohammed Ali Jaber yang nota bene lahir dan besar di Medinah, Arab Saudi justru menyapanya ‘Syekh’ bukan ‘Habib’. Kenapa?

Ali Jaber mengaku sapaan ‘Syekh’ kepada dirinya sudah disematkan sejak masih di bangku Sekolah Dasar. Selain karena dirinya sudah dikenal menjadi salah seorang hafiz atau penghapal quran, almarhum pamannya adalah Imam Besar Masjidil Haram.

“Di lingkungan keluarga besar, para guru, kepala sekolah memanggil saya Syekh Ali. Itu bukan sesuatu yang diharapkan apalagi diminta, tapi diberikan begitu saja sebagai penghormatan,” tuturnya dalam Blak-blakan yang tayang di detik.com, Senin (21/9/2020).

ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT

Sapaan ‘habib’ yang selama ini dialamatkan masyarakat di Indonesia lebih ditujukan kepada mereka yang punya garis keturunan langsung dengan Nabi Muhammad SAW. Tapi di dunia Arab sapaan kepada mereka yang punya garis keturunan Nabi itu adalah Sayyid dan Sayiddah (dari cucu Nabi, Husein bin Ali) dan Syarif – Syarifah (dari garis keturunan Hasan bin Ali).

“Jadi, Syeikh itu adalah sapaan gelar. Jadi seorang habib bisa jadi juga syekh tapi belum tentu habib,” ujar Ali Jaber.

Ia pribadi mengaku terkadang suka malu, apakah layak dipanggil dengan gelar Syekh. Apakah akhlaknya pantas dan berhak mendapat gelar ini tersebut.
Sewaktu pihak penerbit akan merilis buku karyanya, juga seorang teman membuatkan Instagram, Ali Jaber mengaku meminta mereka untuk tak mencantumkan gelar Syekh. “Tapi mereka berkeras mau menuliskan gelar itu, ya sudah lah saya jalani saja takdir Allah ini,” ujarnya.

Ali Jaber kembali menegaskan pencantuman gelar itu sebetulnya menjadi beban tersendiri bagi dirinya. Hal itu juga sekaligus menjadi kontrol agar segala ucapan, sikap, dan perilakunya selalu bertanggung jawab seperti para Syekh dan ulama yang menjadi pendahulu, mereka yang telah membawa Islam rahamatan lil alamin.

(jat/jat)

SRIPOKU.COM – Apa perbedaan dari kata panggilan islami berikut ini ustaz, kyai, syekh dan habib? Simak penjelasannya.

Tak sembarangan orang bisa dipanggil dengan ustaz, kyai, syekh dan habib loh.

Hal ini lantaran ada syarat khusus untuk mendapatkan panggilan tersebut.

Di antaranya harus mumpuni di bidang agama bahkan ada yang berrati dihormati.

Panggilan untuk pemuka agama khususnya di Indonesia beragam dan ternyata memiliki arti tersendiri sebagai alasan untuk disematkan pada orang tersebut.

Maka tidak bisa asal untuk memanggil seseorang apalagi jika tidak tahu artinya.

Maka dari itu, perlu dipahami lebih dulu apa saja arti dari panggilan ustaz, kyai, syekh dan habib tersebut.

Umat Islam mengenal sebutan Ustadz, Kyai, Syekh, dan Habib untuk menyapa pemuka agama.

Ternyata setiap panggilan atau sapaan ini memiliki makna yang berbeda-beda antara yang satu dengan yang lain.

Namun, apa perbedaan Ustadz, Kyai, Syekh, dan Habib?

Dilansir melalui Instagram @pengetahuanagama, berikut ini perbedaan Ustaz, Kyai, Syekh, dan Habib berdasarkan pengertiannya.

Baca juga: Serupa Tapi Tak Sama, Ternyata Arti Amal dan Ibadah Itu Punya Perbedaan Makna, Begini Penjelasannya

1. Ustaz

Ustaz merupakan kara serapan dari bahasa Persia ke bahasa Arab.

Arti dari Ustaz adalah guru atau pengajar.

Doa dan sambutan hangat diberikan Habib Syekh Abdul Rahim Puang Makka (Habib Puang Makka) saat Gubernur Jawa Tengah, Ganjar Pranowo sowan ke kediamannya di Jl Baji Bicara Kota Makassar, Sabtu (8/10). Seperti sahabat lama, keduanya nampak akrab ngobrol sambil bercanda dan saling memuji satu sama lain.

Makassar, serayunews.com

Ternyata, Puang Makka dan Ganjar sudah berteman lama. Keduanya sering bertemu saat ada acara pengajian bersama Habib Luthfi di Pekalongan. Puang Makka merupakan pengasuh Jam’iyah Khalwatiyah Syekh Yusuf Al Makassary.

Selain itu, ayahanda Puang Makka, yakni Puang Ramma adalah sahabat KH Hisyam Kalijaran, simbah mertua Ganjar Pranowo.

“Saya ini pengagum beliau sejak dulu, sejak di Senayan. Pemikirannya luar biasa. Selamat datang pak Ganjar di Makassar. Saya dan pak Ganjar ini sering ketemu kalau ada pengajian di Habib Luthfi Pekalongan,” kata Puang Makka saat menyambut Ganjar.

Ganjar kemudian diajak ngobrol di ruang tamu oleh Puang Makka. Di sana, sudah ada para kyai dari berbagai daerah di Makassar yang ikut menyambut kedatangan Ganjar.

Setelah ngobrol sebentar, Puang Makka langsung mengajak Ganjar masuk ke kamar pribadinya. Cukup lama Ganjar berdua di kamar dengan Puang Makka. Setelah keluar kamar, Ganjar kemudian diajak Puang Makka ngobrol bersama para kiai dan akademisi Makassar. Mereka membicarakan terkait kondisi bangsa.

“Jadi kami ingin tahu bagaimana pandangan Pak Ganjar terkait kondisi bangsa saat ini. Ini ada beberapa akademisi yang datang pengen diskusi dengan pak Ganjar,” kata Puang Makka.

Ganjar pun diskusi cukup lama. Ia menerangkan tentang bagaimana tantangan global ke depan dan bagaimana bangsa Indonesia bersiap menghadapi tantangan itu.

“Iya saya sebenarnya mau silaturahmi dengan Puang Makka, tapi terkejut ternyata di rumah beliau juga banyak akademisi. Puang Makka ini ternyata tidak hanya tokoh agama, tapi beliau juga tokoh budaya dan tokoh intelektual di Sulsel. Jadi banyak akademisi yang diskusi di sini,” kata Ganjar.

Ganjar menerangkan, diakusi berjalan santai. Tentang kondisi bangsa, mulai tantangan global hingga teknis seperti pendidikan, pangan, energi, pembangunan dan sebagainya.

“Saya surprise saja dengan sambutannya. Saya merasa tersanjung karena mendapatkan tempat terhormat. Ya karena saya juga dapat gelar Daeng Manaba, jadi saya seperti bertemu saudara sendiri di sini,” jelasnya.

Selain silaturahmi ke Puang Makka, Ganjar mengatakan kedatangannya ke Makassar juga sebagai promosi event Borobudur Marathon. Minggu besok, akan ada acara friendship run di Makassar dalam rangka persiapan Borobudur Marathon 2022.

“Saya ke sini untuk promosi Borobudur Marathon, setelah Semarang, Medan dan besok di Makassar. Mudah-mudahan besok akan banyak pelari Makassar yang ikut dan mereka bisa datang ke Borobudur Marathon pada November 2022 nanti. Lari bareng saya di kawasan Borobudur,” pungkasnya.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *