Daftar Isi
“Memiliki pola pemikiran yang terbuka atau open minded kerap dianggap sebagai hal positif pada diri seseorang. Tak hanya memiliki pikiran yang positif, orang open minded juga punya empati dan sikap rendah hati yang tinggi.”
Halodoc, Jakarta – Kerap mendengar istilah open minded? Tahukah kamu apa artinya? Sederhananya, open minded yaitu kemampuan berpikir terbuka yang ada pada diri seseorang terhadap semua bentuk informasi, gagasan, opini, ide, dan argumen. Kemampuan ini akan membuat seseorang bisa lebih rasional, kritis, dan mudah mendapatkan solusi saat menghadapi masalah.
Tak hanya itu, memiliki pemikiran yang terbuka juga membuat kamu lebih mudah mendapatkan pengalaman dan wawasan baru, serta menjalin relasi yang lebih baik. Tak ketinggalan, membuat mental menjadi lebih sehat karena selalu memiliki pikiran dan energi yang optimis serta positif.
Ciri Orang Open Minded
Seseorang dengan pola pikir terbuka akan memiliki beberapa ciri khas yang cukup menonjol, seperti:
- Sangat terbuka dengan pendapat, gagasan, ide, argumen, dan pemikiran orang lain.
- Tidak takut mengemukakan pendapat dan pemikiran sendiri.
- Berani untuk mengambil risiko.
- Punya rasa empati dan sikap rendah hati yang tinggi.
- Meyakini kalau setiap orang punya hak untuk mengatakan apa yang sedang dipikirkan.
Melatih Menjadi Pribadi yang Open Minded
Jangan berkecil hati kalau kamu merasa belum memiliki pikiran terbuka. Sebab, menjadi seseorang yang open minded memang bukan hal yang mudah dilakukan. Meski demikian, bukan berarti kamu tidak bisa memiliki karakter tersebut, lho!
Pasalnya, dalam dunia psikologi open minded dalam diri bisa dilatih, kok! Begini caranya:
- Menerima Ketidaktahuan
Memiliki banyak hal yang tidak diketahui tidak lantas menjadikan dirimu kurang pandai. Sebaliknya, kamu justru akan memiliki pola pikir dan pandangan yang lebih terbuka melalui ketidaktahuan tersebut. Sebab, kamu menerima bahwa orang lain memiliki pengetahuan yang lebih dibandingkan dengan diri sendiri.
- Introspeksi Diri
Jika sebelumnya kamu merasa sulit untuk menerima opini dan saran orang lain terhadap diri sendiri, cobalah untuk memulai melakukan introspeksi. Tanyakan pada dirimu, mengapa kamu tidak berkenan dengan saran tersebut, atau adakah sisi positif yang bisa kamu dapatkan dengan menerima saran tadi. Dengan demikian, kamu bisa mengambil keputusan dan sikap yang lebih rasional, terbuka, dan bijaksana.
- Menemukan Perbedaan
Selain itu, kamu juga bisa mulai melebarkan relasi dengan orang yang memiliki suku, budaya, agama, dan latar belakang yang tidak sama denganmu. Cara ini bisa membuat kamu toleran dan terbiasa terhadap perbedaan, sehingga menerima bahwa hidup tidak selalu sama dalam segala hal.
Memang benar, menjadi pribadi dengan pemikiran terbuka tidak bisa didapatkan secara spontan. Meski begitu, dengan disiplin untuk menerapkan cara-cara di atas, lambat laun kamu juga bisa memiliki karakter sekaligus merasakan efek positif dari open minded.
Apabila kamu mengalami kendala dan membutuhkan saran dari ahlinya, jangan ragu untuk bertanya langsung pada psikolog. Pakai aplikasi Halodoc, kamu juga bisa melakukan cek kesehatan rutin lebih mudah dengan memanfaatkan Layanan Janji Medis. Yuk, download Halodoc secara gratis di Play Store maupun App Store.
Referensi:
Psychology Today. Diakses pada 2022. The Advantages of Open-Minded Negotiations.
Verywell Mind. Diakses pada 2022. The Benefits of Being Open-Minded.
Halaman ini berisi artikel tentang konsep psikologikal. Untuk kegunaan lain, lihat pikiran terbuka (disambiguasi)
Pemikiran terbuka (bahasa Inggris: Open-mindedness) adalah penerimaan terhadap berbagai gagasan baru. Pemikiran terbuka berkaitan dengan cara orang menerima pandangan dan pengetahuan orang lain.[1][2] Jason Baehr mendefinisikan orang yang berpikiran terbuka sebagai orang yang “secara khas bergerak melampaui atau secara sementara mengesampingkan komitmen doksastik untuk memberikan pendengaran yang adil dan tidak memihak”.[3] Definisi menurut Jack Kwong melihat pemikiran terbuka sebagai “kesediaan untuk mengambil sudut pandang baru dengan serius”.[4]
Pranala luar
[
sunting
|
sunting sumber
]
open-mindedness
- Mather Jr., F. J. (1919). “The Inside of the Open Mind,” The Unpopular Review, Vol. XII, No. 23.
MOJOK.CO – Banyak yang ngakunya open minded tapi ngegas terus. Padahal definisi open minded sebenarnya yang nggak sesederhana bacotan orang di medsos yang ngatain orang lain close minded. Pffft~
Open minded sebenarnya bukan istilah yang susah dipahami. Istilah yang berasal dari bahasa Inggris supersimpel ini jika diartikan secara apa adanya mengarah pada kata sifat. Artinya seseorang yang punya pikiran terbuka.
Orang open minded lebih mau menerima perubahan dan hal-hal baru. Mereka nggak lantas marah-marah saat tahu bule ceboknya cuma pakai tisu.
Sementara lawannya adalah close minded atau si orang dengan pikiran tertutup yang cenderung nggak mau menerima ide-ide baru dan mempertahankan gaya lama. Mungkin telanjur nyaman.
Sayangnya ada yang ngawur dari pembelokan definisi open minded di kalangan netizen asal bacot. Open minded yang seharusnya dianggap sebagai sebuah lifestyle pencerahan justru dikata-katain ngawur. Begini, saya ceritakan duduk perkaranya dari awal.
Netizen mulai mengklaim diri mereka open minded saat menerima perubahan-perubahan yang arahnya melanggar norma dan batasan agama. Mereka juga cenderung menerima ide-ide baru dan kebiasaan yang berbeda dengan masyarakat kebanyakan. Dalam sosiologi, kelompok dengan pemikiran seperti ini disebut masyarakat inklusif.
Pada awalnya ini tidak masalah sampai mereka berdebat dengan orang-orang yang lebih mempertahankan cara lama dan menganggap perubahan adalah sesuatu yang mengerikan. Orang-orang seperti ini kemudian diteriaki close minded yang secara sosiologi disebut masyarakat eksklusif.
Lambat laun open minded mendapatkan definisi peyoratif dari netizen itu sendiri. Mereka merasa orang open minded ini sudah tidak terkontrol karena selalu los sekarepe dewe. Stigmanya jadi seolah orang berpikiran terbuka itu yang berani melewati batas norma sosial, santai menanggapi alkohol dan seks bebas, dan bisa diajak bercandaan agama, bahkan berani menyatakan tidak beragama.
Open minded kok ngetawain islam mulu
— – (@CallHerAbigail) January 29, 2020
Oke, santai dulu.
Sebenarnya kita kejauhan untuk mengatai orang open minded ini dan itu. Berpikiran terbuka bukan hanya soal beragama. Open minded tetaplah kata sifat, bukan kata kerja. Baiknya kita meresapi definisi open minded dengan ciri-ciri di bawah ini.
1. Open minded cenderung suka mendiskusikan ide baru sementara close minded merasa jengah kalau harus berdebat.
2. Mereka yang open minded lebih skeptis dan banyak kasih pertanyaan ketimbang close minded yang hobinya ngasih statement buat menyatakan dia benar.
3. Orang open minded fokus kasih pemahaman orang lain, sementara close minded lebih fokus ke pemahaman dia sendiri.
4. Orang open minded biasanya bilang “Mungkin aku salah, tapi…” lalu diikuti pertanyaan diskursif tentang hal yang dia ragukan. Sementara yang close minded justru bilang, “Mungkin aku salah, tapi itu pendapatku sih, terserah kamu mau bilang apa.”
5. Sementara orang open minded lebih tertarik untuk mendengarkan ketimbang berbicara, orang close minded justru nyuruh orang lain nggak bacot mulu.
6. Open minded berarti mampu menerima dua pemikiran dengan konsep berbeda, memproses dan memikirkannya, lalu melakukan redefinisi dari apa yang dia pahami. Mereka tahu kapan harus berhenti dan harus berargumen.
7. Si open minded selalu takut statemen mereka salah, untuk itu mereka memikirkannya benar-benar dan tidak keberatan menerima kritik.
Jadi orang yang menuduh orang lain close minded sebenarnya merekalah yang close minded. Bahkan mbak-mbak yang ngatain orang open minded ngetawain Islam mulu belum tentu lebih terbuka daripada yang dia kata-katai.
Intinya definisi open minded nggak sesederhana bacot netizen di medsos. Jangan-jangan kita memang suka bikin peyorasi makna terhadap istilah yang seharusnya diartikan positif?
BACA JUGA 9 Kebiasaan Menyebalkan yang Pelakunya Sering Nggak Sadar Itu Menyebalkan atau artikel AJENG RIZKA lainnya.
Terakhir diperbarui pada 21 April 2020 oleh Ajeng Rizka
Kamis, 04 Agustus 2016, Ruang Seminar Timur Fisipol dipadati oleh mahasiswa baru S1 Ilmu Hubungan Internasional UGM. Dengan penuh semangat, untuk pertama kalinya mahasiswa bertatap muka langsung dengan Bapak/Ibu Dosen berserta staf HI UGM. Dalam acara Perkenalan Dosen tersebut, turut hadir Guru Besar Ilmu Hubungan Internasional, Prof. Dr. Mohtar Mas’oed dan Prof. Dr. Yahya Muhaimin menyambut kehadiran calon pemimpin masa depan.
Di hadapan Mahasiswa, Ketua Departemen Ilmu Hubungan Internasoinal UGM, Dr. Poppy S. Winanti memberikan sambutan “IR ROAR!†sebagai pesan semangat kepada generasi penerus bangsa. IR ROAR! merupakan singkatan dari INTEGRITY, RESPECT, RESPONSIBILITY, OPEN-MINDEDNESS, AWARENESS, AND RECOGNITION. (1) I = INTEGRITY, mengandung makna mahasiswa dituntut untuk memiliki integritas. Kesesuaian antara ucapan dan perbuatan harus dipegang teguh khusunya oleh setiap mahasiswa HI UGM;  (2) R menunjukkan RESPECT, mahasiswa diharapkan memiliki respect untuk saling menghormati baik diantara sesama mahasiswa maupun antara dosen dengan mahasiswa;
Selanjutnya, (3) R bermakna RESPONSIBILITY, mahasiswa memiliki tanggung jawab terhadap apa yang diperbuat sehingga perlu menyadari konsekuensi dari setiap tindakan yang dilakukan. (4) O = OPEN-MINDEDNESS, tidak ada salah dan benar dalam kajian ilmu hubungan internasional yang ada adalah berbagai macam perspektif sehingga penting bagi mahasiswa menjadi orang yang terbuka terhadap berbagai macam perbedaan; (5) A berarti AWARENESS, Â kesadaran bahwa Departemen Ilmu Hubungan Internasional melakukan Zero Tolerant terhadap kekerasan dalam bentuk apapun termasuk di dalamnya kekerasan seksual khususnya yang terjadi di area kampus;
Terakhir, (6) R yakni RECOGNITION, Departemen HI UGM banyak melahirkan para pemimpin baik di tingkat nasional maupun internasional maka dari itu mahasiswa patut berbangga menjadi bagian dari keluarga besar Departemen Ilmu Hubungan Internasional UGM.  “Mari sama-sama menjaga lingkungan belajar dengan semangat IR ROAR! untuk menjadi kebanggaan Departemen Ilmu Hubungan Internasional.†Tegas Dr. Poppy S. Winanti menutup pesan dalam sambutannya.
Jakarta, CNN Indonesia —
—
Istilah open marriage mencuat kembali ketika disangkutpautkan dengan video intim selebriti. Apa sebenarnya open marriage dalam pernikahan tersebut?
Perlu diketahui, open marriage sebenarnya bukanlah hal yang baru. Sebaliknya hal ini sempat menjadi fenomena populer di antara pasangan menikah, terutama di luar negeri.
Istilah open relationship atau open marriage populer setelah digunakan penulis Nena O’Neill and George O’Neill dalam buku mereka Open Marriage yang dirilis pada 1972. Keduanya menjelaskan open marriage atau open relationship adalah sebuah hubungan di mana masing-masing pihak memiliki ruang untuk mengembangkan diri mereka dan mengizinkan satu sama lain membangun hubungan dengan orang lain.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Psikolog Meity Arianty mengungkapkan bahwa open relationship adalah hubungan yang memperbolehkan masing-masing pihak untuk bercinta atau berhubungan seks dengan orang lain selain pasangannya.
“Hubungan ini bersifat konsensual atau terjadi atas persetujuan kedua pihak dalam pasangan tersebut. Hubungan ini diyakini tidak melibatkan perasaan. Dengan kata lain dia bisa bercinta dengan siapa saja tapi tidak boleh jatuh cinta ke orang tersebut. Bisa di bayangkan apa yang terjadi pada pasangan yang melakukan hal ini?” katanya.
Dia juga menambahkan setiap pasangan yang menganut open marriage ini punya aturannya sendiri.
“Mereka membuat aturan yang paling pas buat mereka. Misal tidak boleh cemburu, tidak boleh mengatur, tidak boleh melihat handphone pasangannya, tidak boleh membahas atau membandingkan dirinya dengan orang lain. Hanya boleh melakukan hubungan satu kali dengan orang yang sama, tidak boleh kencan dan melakukan hal romantis.”
Riset yang dilakukan National Opinion Research Center’s General Social Survey mengungkapkan 4-5 persen pria dan wanita setuju dengan open marriage ini. Daripada diam-diam selingkuh, mereka memilih secara terbuka menjalin hubungan dengan orang lain selain pasangan di pernikahan tersebut.
Bisakah open marriage menyelamatkan sebuah hubungan pernikahan?
Tristan Taormino, sex educator and author of Opening Up: A Guide to Creating and Sustaining Open Relationships mengungkapkan bahwa open marriage bisa saja ‘sehat,’ tapi tak akan menyelamatkan hubungan yang bermasalah.
“Tentu saja, hubungan terbuka tidak bisa menyelamatkan pernikahan,” kata Taormino dikutip dari Oprah Magazine.
“Faktanya, jika ada konflik, perebutan kekuasaan, dan masalah lain dalam suatu hubungan ketika Anda membuka hubungan monogami, masalah akan membesar sepuluh kali lipat setelah open marriage.”
KLIK DI SINI UNTUK ARTIKEL SELANJUTNYA
(chs/chs)
[Gambas:Video CNN]