Apa perbedaan antara apbd dan apbn

Anggaran pendapatan dan belanja negara (APBN) adalah rincian pendapatan dan pengeluaran negara. Pasangan APBD pendapatan dan pengeluaran daerah. Waktu perencanaan APBN dan APBD ini mulai 1 Januari sampai 31 Desember.

APBN bertujuan sebagai pedoman pembelanjaan dan pendapatan negara. Dalam APBN terdapat program panjang yang dipilih dan diusulkan untuk ekonomi dan pembangunan. Selain itu APBN dapat meningkatkan produktivitas di bidang lain.

Landasan hukum APBN ada dalam UUD 1945. Mengutip buku Ekonomi: Jilid 2, landasan hukum APBN ada dalam UUD 1945 pasal 23 ayat 1. Bunyi pasal yaitu anggaran pendapatan dan belanja negara yang ditetapkan setiap tahun. Selain pasal tersebut, APBN diatur dalam UU No. 1 Tahun 1994 dan Keputusan Presiden RI No. 16 Tahun 1994.

Perbedaan APBN dan APBD

Perbedaan APBD dan APBD adalah lingkup cakupan. APBN adalah anggaran pendapatan berskala nasional atau negara. Sedangkan APBD berskala regional di tingkat provinsi, kabupaten, atau kota. APBN dan APBD menjadi pengelolaan negara dan diatur dalam undang-undang.

APBD adalah rencana keuangan tahunan yang disetujui Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD). Anggaran DPRDR ini dalam waktu satu tahun. Perhitungan APBD dari Januari sampai akhir Desember.

Jenis APBD

1. Anggaran Pendapatan

Pendapatan asli daerah (PAD), meliputi retribusi daerah, hasil pengelolaan kekayaan, penerimaan, dan pajak daerah.

Dana perimbangan seperti dana bagi hasil, dana alokasi khusus (DAK), dan dana alokasi umum (DAU).
Pendapatan APBD lainnya yaitu dana hibah atau darurat.

2. Pembiayaan

Pembiayaan adalah penerimaan yang perlu dibayar kembali. Pembiayaan bisa juga pengeluaran yang diterima kembali dari tahun anggaran sekarang sampai tahun berikutnya.

3. Anggaran Belanja

Anggaran belanja dipakai untuk keperluan penyelenggaraan tugas pemerintah di daerah.

Baca Juga

  • Memahami Pengertian dan Jenis Sumber Pendapatan Daerah

Fungsi APBN dan APBD

Mengutip buku Ekonomi, APBN dan APBD memiliki beberapa fungsi seperti fungsi distribusi, stabilisasi, otorisasi, perencanaan, pengawasan, dan alokasi.

Berikut fungsi APBN dan APBD:

1. Fungsi Stabilisasi

Anggaran pemerintah digunakan untuk memeliharan dan mengupayakan keseimbangaan ekonomi.

2. Fungsi Distribusi

Anggaran negara dan daerah memiliki kebijakan, serta memperhatikan keadilan dan kepatutan.

3. Fungsi Alokasi

Anggaran negara dan daerah dapat mengurangi pemborosan sumber daya, meningkatkan efisiensi ekonomi, dan mengurangi pengangguran.

4. Fungsi Pengawasan

Fungsi pengawasan sebagai pedoman untuk menilai kegiatan penyelenggaraan pemerintah negara. Fungsi pengawasan ini sesuai ketentuan yang berlaku.

5. Fungsi Perencanaan

Anggaran negara dipakai untuk perencanaan kegiatan dan manajemen.

6. Fungsi Otorisasi

Anggaran negara menjadi dasar untuk pendapatan dan belanja.

Itulah penjelasan perbedaan APBN dan APBD. Sumber penerimaan negara ini berdasarkan penerimaan pajak dari dalam dan luar negeri. Ada juga penerimaan bukan pajak seperti sumber daya alam dan BUMN.

CNN Indonesia

Pemerintah membutuhkan dana yang besar untuk penyelenggaraan negara. Sumber dana tersebut diatur dalam Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara.

Pengelolaan uang negara itu menggunakan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) dan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD). Berikut perbedaan APBN dan APBD.

Perbedaan APBN dan APBD meliputi fungsi, tujuan, sumber penerimaan dana, dan jenis-jenis pengeluarannya.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT

Sebelum menjadi APBN dan APBD, pemerintah melakukan perencanaan pengeluaran dan pemasukan uang negara yang disebut dengan Rencana Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN). RAPBN tersebut akan diajukan kepada DPR untuk dibahas.

Berdasarkan pasal 23 ayat 1 UUD 1945, APBN dapat diartikan sebagai suatu daftar yang sistematis tentang rencana keuangan tahunan pemerintahan negara. Di dalamnya termuat Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara dan telah disetujui DPR untuk masa waktu satu tahun.

Periode APBN pada masa orde baru diberlakukan mulai 1 April sampai dengan 31 Maret tahun berikutnya. Sedangkan saat ini, periode APBN dimulai sejak tanggal 1 Januari sampai dengan 31 Desember untuk tahun anggaran tersebut.

Perbedaan APBN dan APBD

Perbedaan APBN dan APBD dapat dilihat dari fungsi, tujuan, hingga sumber penerimaannya yang berbeda.

Pengertian APBN

ilustrasi APBN(Foto: Tangkapan layar web kemenkeu.go.id)

(Foto: Tangkapan layar web kemenkeu.go.id)

APBN adalah daftar sistematis mengenai rencana keuangan tahunan pemerintahan negara. Di dalamnya dibahas mengenai pendapatan negara dan hibah, belanja negara, keseimbangan primer, surplus atau defisit anggaran, serta pembiayaan.

Fungsi APBN

Terdapat 7 fungsi APBN, yang meliputi:

  • Fungsi otoritas

Artinya, anggaran negara menjadi pedoman atau dasar bagi pemerintah untuk melaksanakan pendapatan dan belanja pada tahun yang direncanakan.

  • Fungsi perencanaan

Artinya, anggaran negara menjadi pedoman bagi manajemen untuk merencanakan kegiatan pada tahun tersebut.

  • Fungsi pengawasan

Artinya, anggaran negara berfungsi menjadi pedoman untuk menilai kegiatan pemerintah sesuai dengan ketentuan yang ada.

  • Fungsi alokasi

Artinya, anggaran negara mesti diarahkan demi mengurangi pengangguran dan pemborosan sumber daya, serta meningkatkan efisiensi dan efektivitas perekonomian.

  • Fungsi distribusi

Artinya, kebijakan anggaran negara harus memperhatikan rasa keadilan dan kepatutan.

  • Fungsi stabilisasi

Artinya, anggaran pemerintah menjadi alat untuk memelihara dan mengupayakan keseimbangan fundamental perekonomian.

Sumber penerimaan APBN berasal dari penerimaan dalam negeri dan hibah. Penerimaan dalam negeri terbagi menjadi penerimaan perpajakan dan penerimaan bukan pajak.

Simak perbedaan APBN dan APBD di halaman berikut.

Perbedaan APBN dan APBD: Pengertian, Fungsi, dan Tujuan

BACA HALAMAN BERIKUTNYA

HALAMAN :

1 2

BENGKALIS – Dalam menjalan tugas dan fungsinya, setiap tahunnya, baik Pemerintah Pusat, Provinsi, Kabupaten/Kota maupun Desa atau desat adat atau yang disebut dengan nama lain, menyusun anggaran pendapatan dan belanja.

Jika dipusat disebut Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN), di Provinsi maupun Kabupaten/Kota disebut Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD). Sementara di tingkat Desa dinamakan Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa (APBDes).

Produk hukum yang mengatur tentang APBN disebut Undang-Undang. Sedangkan untuk APBD adalah Peraturan Daerah (Perda) atau bisa melalui Peraturan Kepala Daerah (Perkada). Perkada untuk APBD Provinsi disebut Peraturan Gubernur (Pergub).

Sedangkan untuk Kabupaten/Kota, masing-masing dinamakan Peraturan Bupati (Perbup) dan Peraturan Walikota (Perwako). Untuk Desa, APBDes tersebut ditetapkan melalui Peraturan Desa (Perdes).

Terkait budget (anggaran) dalam APBN, APBD maupun APBDes, Pelaksana Tugas Kepala Dinas Komunikasi, Informatika dan Statistik Kabupaten Bengkalis, Johansyah Syafri menjelaskan, pagu dana yang dicantumkan di dalamnya, jangan sekali-sekali dijustifikasi atau disimpulkan sebagai sesuatu yang mutlak (nyata) seperti yang dituliskan.

“Meskipun sudah diketuk palu (disahkan) dan menjadi produk hukum oleh pihak-pihak yang berwenang (legislatif),” ungkapnya.

Umpamanya, pagu pendapatan dan belanja dalam APBD Kabupaten Bengkalis tahun 2018, karena ketentuannya harus seimbang alias besarnya sama, masing-masing ditetapkan sebesar Rp2.640.509.374.699.

“Anggaran pendapatan dan belanja sebesar Rp2.640.509.374.699 itu, bukan angka pasti. Sifatnya hanya estimasi atau perhitungan di atas kertas. Namanya juga perkiraan, bisa terealisasi sebesar itu atau melebihi, bisa juga tidak (kurang) alias tak tercapai atau bahkan meleset jauh,” jelasnya, Selasa, 14 Agustus 2018 di ruang kerjanya.

Penjelasan ini disampaikannya terkait adanya pertanyaan sejumlah warga yang meminta penjelasan tentang apa itu APBD?

Mengapa bukan angka yang sifatnya pasti? Menurut Johan, hal itu tidak terlepas atau erat kaitannya dengan arti kata ‘anggaran’ itu sendiri.

“Dalam KBBI Daring (dalam jaringan, terhubung melalui jejaring komputer, internet, dan sebagainya), kata ‘anggaran’ itu maknanya memang ‘perkiraan’ atau ‘perhitungan’. Arti lainnya ‘taksiran mengenai penerimaan dan pengeluaran kas yang diharapkan untuk periode yang akan datang’,” papar Johan jika diubah usai, maka APBD itu berarti Perkiraan Pendapatan dan Belanja Daerah.

Walau sifatnya perkiraan, namun dalam membuat perhitungan, pihak-pihak yang menghitungnya, imbuhnya, tidak boleh melakukannya sembarang alias asal tetapkan sesuka hati.

“Tetap ada acuannya. Ada yang dipedomani. Untuk APBN 2018 misalnya, disusun dengan mempertimbangkan dinamika perekonomian global maupun domestik, yang tercermin dari asumsi dasar ekonomi makro,” sambungnya.

Adapun asumsi dasar ekonomi makro yang dijadikan cermin tersebut, seperti nilai tukar Rupiah terhadap dolar Amerika Serikat diperkirakan berada pada Rp13.400 per dolar Amerika Serikat.

Kemudian, harga Indonesia Crude Price (ICP) diperkirakan rata-rata mencapai USD48,0 per barel, serta lifting minyak dan gas bumi tahun 2018 diperkirakan masing-masing mencapai 800 ribu barel per hari dan 1.200 ribu barel setara minyak per hari.

“Sedangkan dalam APBD, dasar perkiraan tersebut misalnya target Pendapatan Asli Daerah dari Pajak dan Retribusi, Dana Perimbangan dari Pemerintah Pusat, dan penghasilan lainnya yang sah. Namanya target, sifatnya juga hanya perkiraan. Realisasinya bisa tak sesuai target. Kalau dalam cuaca, namanya prakiraan cuaca,” pungkas Johan. #DISKOMINFOTIK.

Badan Layanan Umum (BLU) adalah instansi di lingkungan pemerintah yang dibentuk untuk memberikan pelayanan kepada masyarakat berupa penyediaan barang dan/atau jasa yang dijual tanpa mengutamakan mencari keuntungan dan dalam melakukan kegiatannya didasarkan pada prinsip efisiensi dan produktivitas. Dana operasional BLU, sesuai pasal 14 Peraturan Pemerintah nomor 23 tahun 2005, terdiri atas:

a. Penerimaan anggaran yang berasal dari APBN/APBD
b. Pendapatan yang berasal dari jasa layanan kepada masyarakat
c. Hibah tidak terikat
d. Hibah terikat
e. Hasil kerjasama satker BLU dengan pihak lain dan hasil usaha lainnya
Penerimaan pada poin (a) merupakan penerimaan yang berasal dari otorisasi kredit anggaran kementerian/lembaga/pemerintah daerah, yang berarti terjamin ketersediaan dananya pada dokumen pelaksanaan anggaran. Penerimaan APBN/APBD digunakan untuk belanja operasional (belanja pegawai, barang, dan jasa) dan belanja investasi (belanja modal). Belanja dilakukan dengan mekanisme pengajuan surat perintah membayar ke Kantor Pelayanan Perbendaharaan Negara (KPPN).
Pendapatan pada poin (b), (c), dan (e) di atas merupakan Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) bagi satker BLU dan dapat digunakan/dibelanjakan langsung untuk kegiatan operasional BLU tanpa terlebih dahulu disetorkan ke rekening kas negara. Pendapatan dan belanja ini kemudian dilakukan pengesahan ke Kantor Pelayanan Perbendaharaan Negara (KPPN) melalui mekanisme Surat Perintah Pengesahan Pendapatan dan Belanja (SP3B) BLU sehingga tercatat dalam pembukuan Bendahara Umum Negara.

Kepala Pusat Kajian Anggaran Badan Keahlian DPR RI Ahmad Asep Saefuloh menerima audiensi DPRD Kabupaten Barito Kuala, Prov.Kalimantan Selatan. Foto: azka/jk

 

 

Kepala Pusat Kajian Anggaran Badan Keahlian DPR RI Ahmad Asep Saefuloh saat menerima audiensi DPRD Kabupaten Barito Kuala, Provinsi Kalimantan Selatan mengatakan, Rancangan peraturan daerah (Raperda) tentang Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) akan selalu berpotensi mengalami perubahan, selama belum ada perbedaan waktu dengan pembahasan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).

 

“Saat APBD sedang proses pembahasan, APBN juga sama. Akhirnya kan jadi mengira-ngira, karena harus menunggu dulu sampai benar-benar selesai pembahasan di APBN. Baru ketahuan berapa sebenarnya alokasi anggaran yang bakal diterima di daerah tersebut. Makanya tidak heran, APBD selalu ada perubahan,” kata Asep di Gedung Sekretariat Jenderal dan Badan Keahlian DPR RI, Senayan, Jakarta, Senin (17/9/2018).

 

Asep menjelaskan, APBD adalah bagian dari rangkaian APBN. Bedanya, pembahasan APBN akan menyangkut APBD, tapi pembahasan APBD belum tentu ada kaitannya dengan APBN. Karena itu, APBD harus selalu menunggu proses selesainya pembahasan APBN. Kondisi ini yang menjadi persoalan di pemerintahan daerah. Berbeda dengan pusat, APBN tanpa harus ada perubahan pun bisa saja karena kendali keuangan ada di pusat.

 

Untuk proses pembahasan, ia melanjutkan, ada sedikit perbedaan mendasar. Untuk di DPR RI, peran Komisi masih dominan. Pembahasan program dan kegiatan merupakan ranah Komisi, sementara ketika bicara pagu anggaran merupakan ranah Badan Anggaran (Banggar). Sementara di daerah, berdasarkan pernyataan beberapa DPRD, Komisi dianggap kurang berperan, sebab lebih di dominasi oleh Banggar.

 

“Untuk masalah pembicaraan, sama seperti di DPR. Kalau di DPR, APBN ditetapkan dengan undang-undang (UU), untuk di daerah dengan peraturan daerah (perda). Kemudian persamaannya, baik APBN maupun APBD pembicaraannya sampai dengan tingkat 2,” tambah Asep.

 

Untuk mengatasi persoalan ini, Asep bersama tim telah melakukan kajian. Yakni diperlukan penerapan tahun anggaran yang berbeda antara pusat dan daerah. Misalkan waktu pembahasan di pusat adalah 1 Januari – 31 Desember, maka pembahasan di daerah dilakukan mulai dari tanggal 1 April – 31 Maret. Tetap dengan lama waktu yang sama yakni 1 tahun. Untuk itu perlu adanya upaya perbaikan, salah satunya dengan merevisi UU Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara. Dalam UU tersebut diatur bahwa tahun anggaran adalah dari 1 Januari – 31 Desember. Perlu diperjelas waktu untuk pembahasan APBN dan APBD.

 

“Saya sangat memahami daerah, apalagi ketika bicara dana alokasi fisik, itu kan dana bagi hasil, sangat tergantung kepada berapa realisasi anggarannya. Penerimaannya harus sesuai dengan yang diperhitungkan. Kalau anggarannya pada saat realisasi penerimaannya tidak seperti itu, berarti yang dialokasikan di awal dengan penerimaannya tidak sesuai. Padahal dari awal pemerintah daerah sudah merencanakan kebutuhan. Dengan membedakan tahun anggaran akan memperkecil risiko ketidaktepatan penganggaran. Kalau selama seperti ini terus akan begini juga hasilnya, akan selalu ada APBD-Perubahan,” tutup Asep. (apr/sf)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *